Malu Bertanya, Sesat di Jalan
Oleh: Sepri Ayu Flow.
Cuaca
sangat terik. Satu gelas air mineral sudah ludes dibabat habis oleh Dion. Temannya Roni masih asyik mengibas-ngibaskan
wajahnya. Peluh sudah kian melelah membasahi.
“Jadi
tujuan kita sekarang kemana lagi?”
Dion
hanya menggeleng. Panasnya matahari masih terasa keubun-ubunnya. Dion dan Roni,
dua sahabat karib itu melepas lelah dibawah sebatang pohon nangka.
“Dion..
Kita ini sudah tersesat!”
Roni
mencoba menatap mata sahabatnya itu dalam-dalam. Dion hanya menunduk pasrah dan
menggenggam jemarinya kuat-kuat.
“Kita
akan temukan kembali jalan pulang!”
Roni
hanya menggeleng dan kemudian tidur-tiduran bersandar pada pohon nangka.
Roni
dan Dion telah tersesat disebuah Desa. Awalnya mereka merencanakan untuk
bermain sepeda bersama mengitari jalanan yang belum pernah mereka kunjungi
sebelumnya. Ternyata, karena keasyikan bersepeda dan bergurau-gurau dijalan,
mereka sudah sampai pada desa ini. Mereka tak tahu arah mana yang mereka tempuh
sebelumnya. Bahkan, sudah mereka coba untuk kembali pulang dengan mengikuti
arah jalur yang mereka lewati, karena banyak persimpangan, mereka bingung.
Sehingga menetaplah Dion dan Roni dibawah sebatang pohon nangka ditepi sawah
penduduk desa.
“Ron..
sepertinya kita harus pergi secepatnya, hari sudah mau sore. Kalau tidak segera
kita menemukan jalan pulang, terpaksa kita harus bermalam didesa ini”
“Tapi..
kita sudah coba, tetap saja kita melewati arah yang salah”
“Berdoalah..
Semoga kali ini tidak salah lagi”
Maka
berangkatlah Dion dan Roni. Mereka mengayuh sepeda mereka dengan tergesa-gesa.
Jalanan masih lengang, hanya beberapa orang yang terlihat disepanjang jalan.
Orang tersebut sedang menyiangi sawah mereka yang ditumbuhi oleh gulma.
“Dion..
Kenapa tidak coba kita tanyakan saja pada penduduk desa ini, kemana arah menuju
desa kita?”
“Ron..
Itu hanya akan memakan waktu yang cukup lama. Sebentar lagi kita juga akan
menemukan jalan pulang. Bersabarlah!”
Dua
sahabat itu mengayuh sepeda mereka lebih kencang lagi. Hari sudah semakin sore.
Dijalanan tidak mereka temui lagi orang-orang seperti tadi. Sekarang, jalanan
sangat lengang, tak ada yang berlalu lalang. Tetap saja, dengan kemauan yang
kuat mereka memacu sepeda mereka sehingga sampailah disebuah tikungan. Tikungan
itu sangat menanjak. Nafas mereka sudah terengah-engah karena kecapaian.
“Dion..
Sepertinya ini bukan arah jalan pulang! sepertinya kita tak pernah melewati
tikungan seperti ini”
“Kita
lihat saja dahulu, apa yang ada dibalik tikungan ini”
Mereka
terkejut bukan main. Yang terlihat hanya tanah nan hijau. Tak ada rumah-rumah
penduduk. Ini jalan menuju kebun teh dan cabai. Nampak kekecewaan dimata
mereka. Mereka benar-benar linglung tak tahu apa lagi yang harus diperbuat.
Sebentar lagi malam akan datang.
“Bagaimana
ini Ron..”
“Ya
sudahlah! Kita balik saja ke Desa tadi dan tanya pada penduduk desa dimana desa
kita berada! Ini akibatnya, karena malu bertanya sesat dijalan!”
“Ya
sudah maaf.. Ayo kita balik lagi. Aku sudah capek mengayuh sepeda sejauh ini. Kakiku
sudah pegal-pegal”
“Aku
juga merasakan hal demikian Don.. Ayo kita berangkat segera!”
Dengan
tenaga yang masih tersisa dikayuhlah sepeda itu. Saat malam akan datang,
sampailah mereka berdua di desa yang tadi. Mereka berhenti disebuah warung.
Disana berkumpul Bapak-bapak yang sedang meminum kopi. Dengan segera Doni dan Roni
memarkir sepeda mereka disamping warung tersebut.
“Assalammualikum,
Pak!”
“Waalaikumsalam…”
“Maaf
Pak kami ingin bertanya..”
“Eh
nak.. Dari mana? Silahkan duduk dahulu”
Roni
dan Dion duduk dengan malu-malu disamping kerumunan bapak-bapak itu.
“Kami
dari Desa Permai Pak.. Kami tersesat didesa ini”
“Desa
permai?? Wah, itu kan jauh sekali!”
“Nah,
untuk itu kami ingin menanyakan jalan pulang kepada Bapak-bapak disini..”
“Sebaiknya,
kalian menginap dulu disini. Hari sudah malam.. “
“Tapi….”
“Ah,
tidak usah cemas! Kalian bisa menginap di rumah Bapak!”
“Benar
Pak???”
“Iya….”
Setelah
berbincang-bincang cukup lama di warung itu, maka Dion dan Roni bersama Bapak
yang baik hati itu berangkat menuju rumah beliau untuk menginap semalam ini. Mereka
sangat bersyukur karena bisa mendapatkan bantuan.
Tibalah
mereka disebuah rumah kecil yang atapnya terbuat dari daun rumbia.
“Assalammualaikum..”
“Waalaikumsalam…”
Seorang
Ibu membuka pintu rumah sambil tersenyum ramah.
“Nah,
ayo masuk anak-anak!”
Dion
dan Roni masuk kedalam rumah tersebut. Rumah tersebut hanya diterangi lampu
bohlam kecil. Namun, cukup untuk penerangan seisi rumah. Bapak yang baik hati
itupun mempersilahkan Doni dan Roni terlebih dahulu untuk makan bersama dimeja
makan.
“Kalian
tentunya lapar.. Ayo makan dahulu!”
“Bapak
sangat baik sekali.. Terima kasih Pak!”
Dengan
lahapnya Roni dan Dion makan bersama dengan keluarga kecil itu. Setelah
kenyang, mereka berdua dipersilahkan tidur disebuah kamar.
“Don..
Syukurlah! Kita bisa bertemu dengan Bapak yang baik hati itu. Besok kita akan diantarkan
juga pulang ke desa..”
“Iya
Ron... saranmu tadi memang sangat bagus. Sayangnya, aku menghiraukannya..”
“Ah,
tak apa-apa.. Ini pembelajaran juga untuk kita. Lain kali, jangan sampai terulang
lagi. Kalau tersesat, jangan malu bertanya pada orang lain!”
“Iya
Ron.. Betul katamu itu!”
Maka
tidurlah dua sahabat itu sangat nyenyaknya.
Keesokan
paginya, mereka bangun dengan wajah ceria. Bapak yang baik hati itu telah
menunggu mereka dihalaman rumah. Saatnya untuk pulang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
τнäиκ чöü for чoυя ςomment īη thīs site αnϑ ϑont forgεt to shαre.
\(ˆ▽ˆ)/